My Coldest CEO

40| Club And Fun (21+)



40| Club And Fun (21+)

0"Seharusnya kamu jangan termakan emosi, selesaikan semuanya baik-baik. Lagipula kalau Leo lebih memilih Felia daripada kamu, itu sudah rencana takdir. Kamu gak berhak marah, apalagi sampai bersikap kurang ajar seperti itu."     

Malam ini, di temani dengan hamparan bintang di langit sebuah keluarga kecil yang terdiri dari tiga orang tengah berada di halaman belakang rumah. Duduk di kursi santai, sambil di temani secangkir coklat panas dan snack sebagai camilan.     

Azrell menatap ke arah Sam yang sedaritadi menceramahi dirinya, sedangkan Nayya hanya diam saja karena sebagai wanita dia kurang tegas dalam memberikan sanksi kalau sang putri berbuat kesalahan. Mungkin perasaannya yang terlalu lembut dan penyayang, jadi terlalu meninggalkan jejak ketidaknyamanan.     

Menghembuskan napasnya, Azrell menatap ke arah sang Daddy yang sudah memakai kacamata karena sambil menasehati dirinya laki-laki tersebut masih bisa larut ke dalam buku bacaan yang berisi tentang dinasti kuno. "Tapi Daddy, aku sayang sama Leo. Dan tiba-tiba dia meninggalkan ku hanya karena demi seorang Felia yang sama sekali gak ada bandingannya,"     

Tentu saja sebuah kewajaran jika dirinya sebal dengan Felia, toh kalaupun memang Leo memutuskan hubungan dengannya dan memiliki wanita lain, setidaknya jangan orang ia yang sayang seperti Felia yang sudah ia anggap sebagai seorang adil itu...     

Sam menutut buku yang berada di tangannya, lalu menaruh benda tersebut ke atas meja yang menjadi penghalang antara dirinya dengan sang putri. "Kalau kamu berpikir seperti itu, Daddy menyetujui Leo untuk memiliki hubungan dengan Felia karena wanita itu memang jauh lebih baik dari segi perilaku, sayang." ucapnya dengan nada tenang, bahkan menampilkan sebuah senyuman tanda keperdulian.     

Nayya yang mendengar itu pun langsung saja mendekatkan diri ke Azrell, takut sang putrinya itu marah karena salah paham dengan apa yang dikatakan oleh Sam. "Jadi gini sayang, mungkin menurut kamu Felia itu tidak bisa di bandingkan sama kamu, iya kan?" tanyanya sambil mengelus puncak kepala Azrell dengan sangat lembut.     

Baginya, anak adalah hal yang harus di bimbing walaupun sudah beranjak dewasa. Tidak ingin sang anak salah langkah apalagi sampai membuat sebuah pemikiran yang menyimpang, bisa-bisa menghadirkan suasana buruk di kemudian hari.     

"Tentu saja! semua orang juga tahu itu, Mommy."     

"Kalau begitu, coba ubah titik pandang menjadi ke arah Felia. Kerena setiap wanita dan manusia di muka bumi ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, tidak bisa di paksakan begitu."     

"Tapi aku mengatakan fakta, Mommy."     

Sam yang mendengar itu pun menggelengkan kepalanya, selain Azrell keras kepala, putrinya itu memang sangat kekanak-kanakan kalau menghadapi persoalan-persoalan yang sangat meresahkan.     

"Jangan hanya satu kesalahan orang itu, kamu menjadi mengubah pemikiran kamu tentang dia. Padahal kalau di pikir-pikir kembali, Felia banyak membantu keluarga kita dari segi kesederhanaan yang dia miliki. Kamu jangan egois, maaf kalau ucapan Daddy terdengar sedikit kasar tapi kamu harus bisa berpikir dewasa."     

"Bagaimana kalau Felia tidak tahu caranya berterimakasih kepada kita, Dad, Mom? aku tidak ingin perhitungan atau apapun, tapi aku selalu berbaik hati membelikan dia banyak barang supaya tidak ketinggalan zaman."     

"Satu lagi kesalahan kamu, kamu terlalu dikuasai duniawi sehingga tanpa sadar ingin mengubah ciri khas Felia yang sudah nyaman dengan kesederhanaan."     

Azrell bergeming mendengar semua yang terucap dari mulut Sam, ia benar-benar tidak pernah berpikir bagaimana bisa ucapan sang Daddy sangat mewakili perasaannya saat ini?     

Sedangkan Nayya? ia sibuk melayangkan tatapan tajam ke arah Sam, karena akibat perkataan suaminya itu Azrell menjadi murung. Melempar tatapan yang seolah-olah berkata 'awas saja nanti malam tidak ada jatah untuk kamu kalau nanti putri kita sedih dan menangis.'     

Sam hanya mengangkat bahunya acuh, ia tidak peduli kalau Azrell merasa sedih karena itu adalah sebuah kewajaran. Semua orang berhak menangis, tapi jangan berlarut-larut. Lagipula, 'ketidakpedulian' yang ia maksud bukan lepas tangan atau apapun itu. Tapi ia merasa jika Azrell bisa menyelesaikan masalah ini sampai berujung baik-baik saja, tidak ada pertengkaran seperti ini.     

Azrell menghembuskan napasnya, menjulurkan tangan untuk meraih ponsel yang berada ri atas meja lalu beranjak dari duduknya.     

"Mau kemana, sayang?" tanya Nayya sambil melemparkan tatapan heran ke arah putrinya.     

Azrell menatap Nayya dan juga Sam secara bergantian, tanpa tatapan yang menyorotkan raut wajah takut sedikitpun. "Mau ke club lah, memangnya kemana lagi tempat yang paling menenangkan?" jawabnya sambil menampilkan sebuah senyuman yang sangat manis. Bergerak untuk mencium kedua pipi Nayya dan Sam secara bergantian lalu melambaikan tangan sampai jumpa untuk kedua orangtuanya.     

"JANGAN PULANG LARUT MALAM, SAYANG!" teriak Nayya dengan raut wajah khawatir, namun ia sudah tahu kebiasaan Azrell yang memang sedikit liar. Bukan karena didikan mereka yang kurang keras, tapi kalau di larang putri kecilnya itu pasti akan mengamuk dan club adalah tempat yang menjadi kebiasaannya.     

Azrell menolehkan kepalanya, sekilas. "IYA MOMMY, JAM TIGA PAGI PALING CEPAT!" Ia langsung saja kabur masuk ke dalam rumah, lalu masuk ke dalam kamar untuk mengambil jaket dan juga kunci mobilnya.     

"Oke, malam ini adalah waktunya seorang Azrell untuk bersenang-senang!"     

...     

Suara menggelegar di setiap sudut ruangan dengan dentuman musik yang memekakkan telinga bagi para kaum awam, menjadi tempat yang cocok bagi seseorang yang sedang di landa galau karena cintanya kandas karena ada pengganti.     

"Nona yakin tidak ingin berhenti minum? itu sudah gelas kesepuluh yang kamu minum." ucap barista yang menatap Azrell dengan tatapan lekat serta was-was disaat yang bersamaan karena takut jika wanita yang berada di kursi bar miliknya ini bisa saja pingsan karena mabuk.     

Azrell menggelengkan kepalanya, "jangan mencoba untuk memerintah ku, jerk!" serunya. Ia meneguk segelas kecil alkohol yang tersaji untuknya, hanya sekali tenggak saja. Kepalanya terasa pening, namun ini semua tidak sebanding dengan goresan luka di hatinya.     

Sang barista yang sudah biasa dikata-katain banyak orang mabuk pun hanya bersikap biasa saja dengan makian itu, melanjutkan kembali pekerjaannya seolah-olah tidak pernah mendengar apa yang diucapkan oleh wanita itu.     

Azrell menahan kepalanya dengan tangan kanan yang di pergunakan sebagai sandaran, lalu di menit selanjutnya kepalanya jatuh ke meja bar.     

"Kalau gak bisa mabuk, jangan sok-sokan mabuk. Jam sudah menunjukkan tengah malam, apa tidak ingin pulang dan segera tidur di balik selimut animasi khas anak perempuan?"     

Mendengar suara bariton yang seolah-olah mengejeknya, Azrell kembali mengangkat wajah. Walaupun kini penglihatannya samar-samar, ia masih bisa melihat rupa laki-laki itu.     

"Siapa kamu? Kalau bukan Leo, sebaiknya jauh-jauh dari diriku."     

"Kalau aku bukan Leo tapi bisa memberikan kepuasan yang lebih bisa membuat tubuh mu menggelinjang daripada laki-laki itu, apa kamu masih bisa menolak diri ku?"     

Merasa tertantang dengan apa yang diucapkan oleh laki-laki tersebut, ia membuka matanya lebar-lebar supaya bisa melihat jelas perawakan laki-laki tersebut. Cukup tampan dengan rahang yang tajam, sangat mengundang tangannya untuk segera mengelus bagian wajah yang tampan itu. Ia menggigit bibir bawahnya, lalu mengedipkan sebelah mata. "Memangnya berani bayar berapa?"     

"Oh jadi kamu itu ternyata wanita bayaran, ya?"     

"Bukan sih, tapi supaya keduanya saling menguntungkan saja."     

"Aku berani membayar mu dua ratus juta, bagaimana? apa itu menguntungkan?"     

Tanpa banyak basa-basi, Azrell turun dari kursi tinggi tersebut lalu langsung saja melompat untuk memeluk laki-laki yang bahkan ia tidak ingin tahu siapa namanya.     

Laki-laki itu tersenyum, menahan tubuh Azrell dengan memegang bokong yang penuh dan padat itu lalu langsung saja mengarahkan kakinya untuk pergi ke kamar VVIP.     

Setelah itu, mengunci pintunya dengan rapat lalu membanting tubuh Azrell ke atas kasur king size.     

"Selamat menikmati permainan ku, honey."     

Azrell yang sudah dalam mode mabuk pun merasa tidak jelas dan menyuruh laki-laki yang sudah menindih dirinya dengan pinggul bergoyang tepat di atas kewanitaannya itu.     

Ia meracaukan satu nama yang menjadi alasan kenapa dirinya ada di sini. Meneriaki Leo dengan umpatan yang sangat kasar dan bahasa binatang lainnya yang terdengar sangat tercela.     

"Cepat lakukan, aku sudah tidak sabar sayang.." racau Azrell dengan tangan yang sudah sibuk menarik-narik pakaian yang melekat di tubuhnya.     

"Sesuai permintaan kamu, honey."     

Dengan cepat, laki-laki langsung saja merobek pakaian Azrell tanpa berpikir kedepannya beserta dengan bra berwarna hitam elegan yang menutupi aset berharganya. Melihat kedua gundukan kembar yang sangat menggiurkan, ia langsung saja menyerang dada wanita itu dengan sapuan lidah yang menggoda. Perlahan, tapi pasti. Itu yang ia selalu terapkan dalam berhubungan badan.     

Azrell sibuk mendesah sambil mencengkram erat seprai supaya desahannya tidak terdengar terlalu keras, tapi sepertinya hal itu sama sekali tidak berpengaruh.     

"Ashhhh, kamu membuat ku melayang, Leo. Faster, sayang."     

Walaupun Azrell bukan menyebut nama laki-laki yang kini sedang menyetubuhinya, tak membuat laki-laki tersebut tersinggung dan menghentikan kegiatannya. Ia semakin gencar membuat tubuh wanita tersebut menggelinjang akibat ulahnya yang sudah memasukkan dua jari ke kewanitaan Azrell.     

"Oh sayang, kamu sudah tidak perawan tapi masih terasa sangat nikmat."     

"Aswwhh, sttt jangan banyak bicara."     

Desahan demi desahan mulai keluar dari mulut Azrell, bahkan kini kedua matanya saling memutar saking nikmatnya.     

"Lebih cepat, sayang."     

Akses lampu hijau yang diberikan oleh Azrell membuat sang laki-laki seperti ingin mengeluarkan saliva dari mulutnya. Ia dengan perlahan seperti berirama mengocok kewanitaan Azrell dengan hasrat yang besar. Melahap bibir mungil yang terlihat ranum itu sehingga desahan tertahan terdengar sangat jelas.     

Posisi mereka saat ini hanya bertahan kurang dari lima menit karena sang laki-laki menyudahi permainannya. Beranjak dari atas tubuh Azrell yang sedang meracau tidak jelas itu, lalu mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu sampai kini tubuh maskulin dengan otot perut yang menggiurkan untuk di telusuri dengan lidah. Jangan lupakan kejantanannya yang sudah berdiri tegak. "Sayang, aku sudah pakai pengaman supaya tidak jadi baby."     

Setelah itu, ia kembali mendekati Azrell dan melebarkan kedua kaki wanita tersebut lebar-lebar. "Siap-siap untuk terkesima, sayang." gumamnya dengan smirk yang tercetak jelas di permukaan wajahnya.     

"Iya Leo, aku akan selalu bersiap-siap untuk dirimu."     

Jleb     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.